SIDOARJO/SOROTMATA.COM – Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak membeli daging gelonggongan. Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo sosialisasikan dampak konsumsi daging Gelonggongan, bertepat di Fave Hotel Sidoarjo, Selasa (3/12/2024).
Dalam acara tersebut hadir
ketua Komisi B Dprd kabupaten Sidoarjo, Kepala Dinas Prindustrian Dan Perdagangan kabupaten Sidoarjo, Bapak Kh. Imam Sa’dudin M.Pd (Sekretaris Umum Mui Sidoarjo), Ketua Pdhi Jawa Timur I, Ibu Ibu Pkk Se kabupaten Sidoarjo, Ibu – ibu Kader Posyandu Se kabupaten Sidoarjo, Bapak,Ibu Sma Guru Yang Menaungi Uks Se kabupaten Sidoarjo, Bapak Pengasuh Pondok Pesantren beserta para undangan.
Dalam sambutnya, kepala Dinas Pangan dan Pertanian kabupaten Sidoarjo Dr. Eni Rustianingsih,ST.,MT menyampaikan, saya selaku hamba yang senantiasa meyakini akan kebesaran-nya, saya mengajak kepada segenap hadirin untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur atas segala kenikmatan yang diberikan oleh allah swt. Tuhan yang maha esa kepada kita selaku umatnya.
“Begitu pula rasa syukur patut kita ungkapkan kehadirat illahi rabbi, atas kesempatan yang diberikan kepada kita saat ini, sehingga kita dapat hadir dalam acara sosialisasi” dampak konsumsi daging glonggongan,” ucapnya.
Masih Dr. Eni, menurut data dari bps (2021), jawa timur menjadi provinsi yang penduduknya paling banyak mengonsumsi daging sapi, yaitu sebesar 153.690 ton. kemudian, diikuti oleh jawa barat dengan konsumsi daging sapi sebesar 153.200 ton dan Dki Jakarta dengan konsumsi daging sapi sebesar 76.880 ton.
“Konsumsi daging kerap dikaitkan dengan standar hidup. ketika orang semakin sejahtera, mereka akan berbelanja atau menyantap lebih banyak daging.
Hal ini disebabkan karena daging sapi memiliki kandungan protein hewani yang tinggi sehingga berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Selain protein hewani yang tinggi, daging sapi memiliki kandungan nutrisi lengkap, seperti kalori, lemak, kalsium, zat besi, vitamin d, vitamin b kompleks, fosfor, selenium, dan magnesium,” jelasnya.
“Kandungan nutrisi yang ada dalam daging sapi bermanfaat bagi manusia untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah penyakit anemia, mendukung perkembangan otak, dan menjadi sumber energi. hal ini sesuai dengan pighin, et al. (2016), bahwa daging sapi memiliki peran penting dalam membantu menjaga kesehatan manusia karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, seperti lemak, protein, dan vitamin,” tuturnya.
Kabupaten Sidoarjo adalah pilot project untuk industri halal Nasional, hal ini berati segala sesuatu yang digunakan sebagai bakunya harus halal,daging yang halal adalah daging yang dipotong di rumah potong hewan yang sudah bersertifikasi halal, seperti yang tertuang dalam fatwa majelis ulama indonesia nomor 12 tahun 2009 tentang standar sertifikasi penyembelihan halal. Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan,” ungkapnya.
Dirinya juga berbicara tentang daging yang halal, maka kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak disekitar kita tempat pemotongan hewan liar yang jelas tidak bersertifikat halal karena mereka melakukan pemotongan hewan yang ditengarai dilakukan proses penggelonggongan pada ternak sebelum disembelih.
“Dampak daging gelonggongan adalah, peningkatan pertumbuhan mikroba menjadi empat kali lipat dari daging normal disebabkan oleh meningkatnya kandungan air yang dimiliki oleh daging. “Air adalah faktor pendukung dalam pertumbuhan mikroba, apabila kebutuhan air mencukupi maka mikroba akan berkembang dengan sangat baik,” jelasnya.
Hal ini akan berakibat pada banyak berkumpulnya hasil metabolisme mikroba yang bersifat racun pada manusia sehingga akan sangat berbahaya karena akan menimbulkan keracunan, daging glonggongan cepat busuk,” katanya.
Eni juga mengatakan, bidang produksi peternakan dan kesehatan masyarakat veteriner yang bekerjasama dengan laboratorium keswan dan kesmawet beberapa waktu yang lalu melakukan sebuah survei pada pasar besar di sidoarjo antara lain pasar Larangan, Sukodono, Taman, Krian, Gedangan, Porong dan didapati bahwa 88,9% daging yang beredar di tersebut terindikasi gelonggongan.
“Daging gelonggongan ini marak beredar di pasar tradisional di kabupaten Sidoarjo salah satunya, karena kita lebih suka membeli daging yang murah tanpa memperhatikan kualitas dari daging itu sendiri, padahal daging sapi normal (tidak gelonggongan) itu memiliki nilai jual seharusnya diatas rp. 110.000/ kg.
“Besar harapan kami bahwa peredaran daging gelonggongan ini bisa kita hentikan dengan cara kita bahu membahu, saling bekerja sama antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, organisasi keagamaan serta semua pihak terutama ibu – ibu rumah tangga karena apabila daging sapi murah (gelonggongan) ini tidak diminati ibu-ibu maka usaha penggelonggongan sapi ini bisa berhenti karena tidak adanya permintaan daging tersebut,
supaya daging yang beredar di kabupaten Sidoarjo ini adalah daging yang aman, sehat, utuh dan halal,” jelasnya.
Tumbuh kembangnya anak-anak kita, karakter putra putri kita salah satunya dipengaruhi oleh apa yang kita siapkan buat makan mereka, maka dari itu mulai saat ini marilah kita lebih peduli dengan apa yang kita sajikan di meja makan untuk keluarga kita, lebih mahal sedikit tidak apa-apa yang penting makanan yang kita siapkan buat keluarga kita adalah makanan yang aman, sehat, utuh dan halal (asuh).
“Di akhir sambutanya, dirinya menyampaikan ijinkanlah saya mengutip salah satu hadits riwayat muslim, wahai manusia, sesungguhnya Allah adalah thayyib (baik), tidak akan menerima kecuali yang thayyib (baik dan halal); dan kemudian Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak – acakan, dan badannya berlumur debu. sambil menengadahkan tangan ke langit.
Sementara itu, Kabid Produksi Peternakan Dispaperta Kabupaten Sidoarjo, drh Tony Hartono memambahkan, kegiatan pagi ini kita melaksanakan sosialisasi dampak konsumsi daging glonggongan. Seperti kita ketahui bahwa di kabupaten Sodoarjo kita ini sudah hampir enam bulan, RPH kita ini yang sudah bersertifikat halal tidak ada yang motong, karena peraturan regulasi agar kita menegakkan sertifikat halal jadi sapi yang masuk tidak boleh dipotong dan ke dua dilarang memotong pada sapi betina glonggongan,” kaya Tony.
“Dampak dari regulasi ini mereka tetap memotong tapi ditempat pemotongan hewan liar. Dikesempatan ini tentunya sesuai regulasi dari BPJPH, Badan Penyelenggara Penjaminan Produk Halal yang per 17 Oktober 2024 ini segala sesuatu produk hewan yang dikonsumsi harus berlevel halal.
Dengan kondisi seperti ini kita perlu menyadarkan ke masyarakat bahwa konsumsi daging seharusnya dipotong dirumah potong hewan yang bersertifikasi halal,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan, terkait dengan Nataru, sebisa mungkin masyarakat membeli daging di rumah potong hewan yang bersertifikat halal. “Selama enam bulan tidak ada pemotongan karena memang kita menegakkan sertifikasi halal, jadi sebelum sapi ita diperiksa atau difortem kalau terindikasi glonggongan kita tolak. Akhirnya mereka tetap motong sapi di RPH liar, dan tentunya karena di glonggong itu tidak halal. Perlu di ketahui masyarakat tempat pemotongan liar itu tidak bersertifikasi,” cetus Tony.
Dirinya berharap ada sanksi, karena sanksi pemotongan hewan liar ini banyak undang-undang terkait bisa pakai undang- undang peternakan, undang- undang lingkungan, perizinan usaha tidak sesuai peruntukannya. Mau pakai dasar hukum yang mana untuk melakukan penegakan,” ucapnya.
“Terus terang ini kita membalik dulu upaya kita melakukan penegakan pemotongan hewan liar melalui tempat- tempat pemotongan, seperti sidak tapi hingga saat ini belum efektif, jadi kita membalik sektor hilirnya konsumen yang kita sadarkan membeli daging yang halal,” pungkasnya. (Giz)